
TAX NOW – Pajak atas royalti sering menjadi momok bagi para kreator dan pemilik hak cipta, karena sering menimbulkan kebingungan saat harus menghitung dan membayarnya.
Royalti adalah imbalan atas penggunaan hak kekayaan intelektual atau aset tidak berwujud lainnya.
Memahami kewajiban perpajakan Anda terkait royalti memastikan kepatuhan dan menghindari sanksi dari otoritas pajak.
Mengenal Royalti sebagai Objek PPh Pasal 23: Apa dan Siapa Pemotongnya?

Royalti adalah pembayaran sejumlah uang yang diberikan atas penggunaan hak cipta, paten, merek dagang, desain, atau informasi rahasia yang dimiliki oleh pihak lain.
Pembayaran royalti sering terjadi dalam dunia bisnis, seperti penerbitan buku, penggunaan software, atau waralaba yang menggunakan merek dagang terkenal.
Definisi Royalti
Royalti mencakup imbalan atas penggunaan atau hak menggunakan aset tidak berwujud. Contohnya seperti hak paten, merek dagang, formula, hak cipta, rahasia dagang, dan penggunaan informasi di bidang industri, komersial, atau ilmiah.
Imbalan tersebut merupakan pembayaran berkala yang dihitung berdasarkan hasil penjualan atau penggunaan aset tak berwujud tadi.
Royalti Objek PPh Pasal 23
Berdasarkan undang-undang perpajakan Indonesia, royalti termasuk salah satu objek dari Pajak Penghasilan Pasal 23.
Jenis PPh ini dipotong oleh pihak yang membayarkan penghasilan, bukan oleh pihak yang menerima penghasilan tersebut.
Siapa Pemotong PPh Pasal 23 Royalti?
Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 atas royalti adalah pihak yang membayarkan royalti.
Pihak pembayar royalti ini dapat berupa badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, serta wajib pajak orang pribadi tertentu yang ditunjuk.
Kewajiban Pemotong
Pemotong PPh Pasal 23 harus menghitung dan memotong pajak sebesar persentase tertentu dari jumlah bruto royalti yang dibayarkan kepada penerima penghasilan.
Pemotong juga wajib memberikan bukti Potong PPh Pasal 23 kepada penerima royalti sebagai tanda bahwa pajak telah dipotong dan akan disetorkan.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Royalti

Setelah memahami royalti dan pihak pemotongnya, kini saatnya kita fokus pada tarif dan dasar pengenaan pajak. Tarif dan dasar pengenaan pajak berlaku untuk perhitungan PPh Pasal 23 atas royalti.
Tarif pajak ini diatur dalam peraturan perpajakan dan perlu diperhatikan perubahannya.
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto royalti yang menjadi objek pemotongan pajak, sebelum dikurangi biaya jasa konsultan pajak atau pengeluaran lainnya.
Tarif Pajak Royalti Terbaru
Berdasarkan ketentuan PPh Pasal 23, tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa royalti adalah sebesar 15%.
Persentase ini berlaku untuk royalti yang dibayarkan kepada wajib pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun badan usaha.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPP yang digunakan sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 23 Royalti adalah jumlah bruto royalti.
Jumlah bruto ini merupakan semua jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh pihak yang wajib membayar.
Sanksi Tidak Ber-NPWP
Jika penerima royalti tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tarif pemotongan akan lebih tinggi dari tarif normal.
Sesuai ketentuan, tarif pemotongan yang berlaku adalah 100% lebih tinggi, sehingga menjadi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah bruto royalti.
Pengecualian Royalti Orang Pribadi NPPN
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima royalti dan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), pemotongan PPh Pasal 23 tetap dilakukan atas jumlah bruto. Namun, PPh yang dipotong ini bersifat tidak final, dan akan diperhitungkan kembali dalam perhitungan PPh Tahunan.
Cara Menghitung PPh Pasal 23 Royalti

Proses perhitungan PPh Pasal 23 Royalti sebenarnya cukup sederhana, asalkan Anda telah menguasai tarif dan dasar pengenaan pajaknya.
Kesalahan dalam perhitungan dapat mengakibatkan kurang bayar atau bahkan lebih bayar, yang tentunya merepotkan dalam proses audit pajak.
Pemotong pajak harus memastikan bahwa proses perhitungan ini dilakukan setiap kali pembayaran royalti jatuh tempo atau dilakukan.
Tentukan Jumlah Bruto Royalti
Langkah pertama adalah mengidentifikasi total jumlah royalti yang dibayarkan atau terutang. Ini adalah jumlah sebelum dikurangi pemotongan pajak atau biaya lainnya, yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak.
Identifikasi Status NPWP Penerima Royalti
Periksa apakah penerima royalti memiliki NPWP atau tidak.
Status NPWP akan menentukan tarif pemotongan yang akan digunakan dalam perhitungan.
Gunakan Tarif yang Sesuai
Jika penerima royalti memiliki NPWP, gunakan tarif 15%.Jika penerima royalti tidak memiliki NPWP, gunakan tarif 30% (15% + 100%).
Lakukan Perhitungan
Kalikan jumlah bruto royalti dengan tarif yang sesuai.
Rumus Perhitungan:
PPh Pasal 23 Royalti = Tarif PPh Pasal 23 x Jumlah Bruto Royalti
Contoh: Sebuah perusahaan membayar royalti sebesar Rp100.000.000 kepada penulis (memiliki NPWP).
PPh Pasal 23 = 15% x Rp100.000.000 = Rp15.000.000.
Jumlah bersih yang diterima penulis = Rp100.000.000 – Rp15.000.000 = Rp85.000.000.
Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 Royalti
Kewajiban pemotong pajak tidak berhenti hanya pada perhitungan dan pemotongan, melainkan berlanjut pada proses penyetoran dan pelaporan PPh 23 Royalti.
Proses ini harus dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Keterlambatan atau kegagalan dalam proses penyetoran dan pelaporan dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
Batas Waktu Penyetoran
PPh Pasal 23 yang telah dipotong wajib disetorkan oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya penghasilan.
Pembayaran dilakukan ke Kas Negara melalui bank persepsi atau kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau kode billing.
Batas Waktu Pelaporan
Setelah penyetoran, pemotong pajak harus melaporkan pemotongan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
Pelaporan PPh 23 Royalti dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya penghasilan, menggunakan e-Bupot.
Pemberian Bukti Potong
Pemotong pajak wajib membuat dan memberikan bukti Potong PPh Pasal 23 kepada penerima penghasilan (penerima royalti) sebagai bukti pemotongan pajak telah dilakukan.
Bukti potong ini penting bagi penerima royalti untuk keperluan kredit pajak di SPT Tahunan.
Pentingnya Kepatuhan: Kepatuhan dalam penyetoran dan pelaporan menunjukkan tanggung jawab wajib pajak dan menghindari risiko sanksi.
Proses ini merupakan bagian tak terpisahkan dari pengelolaan pajak atas royalti yang efektif.
Mengurus pajak atas royalti dan PPh Pasal 23 seringkali rumit dan rawan kesalahan perhitungan. Jangan biarkan kerumitan ini mengganggu bisnis Anda.
Jika Anda bingung cara hitung, lapor, atau membuat bukti potong PPh Pasal 23 Royalti yang benar, Anda butuh bantuan ahli.
Tax Now hadir sebagai penyedia jasa konsultan pajak terpercaya, siap mengurus seluruh kewajiban pajak atas royalti Anda.
Tim ahli kami akan memastikan perhitungan akurat, pelaporan tepat waktu, dan memberikan solusi terbaik untuk kepatuhan pajak Anda.
Dapatkan kepastian dan ketenangan dalam berbisnis dengan menyerahkan urusan PPh Pasal 23 kepada kami.
Hubungi Tax Now hari ini dan dapatkan konsultasi terbaik!





